Hemofilia adalah suatu penyakit yang menyebabkan tubuh kekurangan protein yang dibutuhkan dalam proses pembekuan darah bilamana terjadi perdarahan. Protein ini lazim disebut faktor pembekuan atau faktor koagulasi.
Hemofilia sebenarnya merupakan penyakit keturunan yang langka terjadi. Penderita penyakit ini akan lebih lama mengalami perdarahan daripada orang-orang normal.
Penyebab hemofilia
Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur seperti trombosit, faktor-faktor pembekuan, dan sebagainya. Terdapat 13 faktor pembekuan di tubuh, penamaannya ditandai dengan huruf romawi.
Di dalam kasus hemofilia, terdapat mutasi gen yang menyebabkan tubuh tidak cukup memiliki faktor pembekuan tertentu. Sebagai contoh, hemofilia A disebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (8) dan hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (9) di dalam darah.
Untaian DNA atau sebutan lainnya adalah kromosom merupakan suatu rangkaian instruksi lengkap yang mengendalikan produksi berbagai faktor. Kromosom bukan hanya menentukan jenis kelamin pada bayi, namun juga mengatur kinerja sel-sel di dalam tubuh. Semua manusia memiliki sepasang kromosom seks di mana komposisi pada wanita adalah XX dan pada pria adalah XY. Hemofilia adalah penyakit yang diwariskan melalui mutasi pada kromosom X. Oleh sebab itu pria cenderung menjadi pengidap, sementara wanita cenderung menjadi pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut.
Gejala hemofilia
Gejala utama hemofilia adalah perdarahan yang sulit berhenti atau berlangsung lebih lama. Gejala ini bisa ringan atau berat. Tingkat keparahan tergantung dari jumlah faktor pembekuan di dalam darah.
Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan berkisar antara lima hingga lima puluh persen. Penderita hemofilia jenis ini biasanya tidak akan merasakan gejala kecuali dirinya mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka yang berarti atau menjalani prosedur cabut gigi atau operasi lainnya.
Pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar antara satu hingga lima persen. Penderita hemofilia jenis ini mudah memar dan rentan mengalami perdarahan sendi, terutama bila terantuk atau jatuh. Sendi yang paling umum terkena adalah bagian lutut, siku, dan pergelangan kaki. Gejala awalnya berupa kesemutan dan nyeri ringan yang selanjutnya bisa bertambah sakit, bengkak, kaku, serta terasa panas apabila tidak ditangani.
Jenis hemofilia yang terakhir adalah hemofilia berat. Pada jenis ini jumlah faktor pembekuan kurang dari satu persen. Penderita biasanya akan sering mengalami perdarahan seperti gusi berdarah, mimisan, dan perdarahan sendi serta otot tanpa sebab yang jelas. Hemofilia berat bisa menimbulkan komplikasi seperti perdarahan internal (perdarahan di dalam tubuh) yang serius, perdarahan jaringan lunak, dan deformitas sendi apabila tidak ditangani.
Bagi penderita hemofilia, khususnya hemofilia sedang dan berat, waspadai terjadinya perdarahan intrakranial atau perdarahan di dalam tengkorak kepala. Biasanya hal ini terjadi apabila penderita mengalami cedera di kepala dan jarang terjadi secara spontan (tanpa cedera).
Gejala perdarahan intrakranial diantaranya adalah sakit kepala berat, muntah, leher kaku, kelumpuhan di sebagian atau seluruh otot wajah, penglihatan ganda dan yang lainnya. Penderita hemofilia yang mengalami perdarahan intrakranial butuh penanganan segera.
​
Diagnosis hemofilia
Apabila tidak ada riwayat keluarga yang menderita hemophilia, biasanya hemophilia terdiagnosis dari gejala-gejala yang timbul. Anak biasanya dicurigai menderita penyakit ini pada saat mulai merangkak atau berjalan yang mana anak mudah memar dan mengalami perdarahan sendi. Pada kasus yang ringan, biasanya akan terdeteksi saat dewasa pada saat menjalani prosedur gigi atau prosedur lainnya.
Bila ada riwayat hemophilia di keluarga, ada berbagai metode untuk mendiagnosis apakah anak terkena hemofilia. Metode-metode ini bisa dilakukan sebelum dan selama kehamilan, serta sesudah anak lahir.
Di masa perencanaan kehamilan, pemeriksaan genetika mungkin bisa membantu. Dalam metode ini, ahli akan memeriksa sampel darah atau jaringan pasangan untuk mengetahui adanya perubahan genetika yang menjurus pada hemofilia sehingga besarnya risiko penularan kondisi tersebut pada anak-anak dapat diketahui.
Untuk pemeriksaan hemofilia di masa kehamilan, metode yang bisa dilakukan diantaranya adalah chorionic villus sampling (CVS) atau amniosentesis. Namun pelaksanaan kedua tes ini hendaknya didiskusikan terlebih dahulu karena berisiko menyebabkan keguguran dan kelahiran prematur.
Tes CVS biasanya dilakukan saat kehamilan memasuki usia sebelas hingga empat belas minggu dan tes amniosentesis biasanya dilakukan di usia kehamilan lima belas hingga dua puluh minggu. Sampel yang biasanya diuji dalam tes CVS adalah sampel jaringan plasenta, sedangkan dalam amniosentesis adalah sampel cairan amniotik.
Jenis pemeriksaan hemofilia ketiga adalah tes darah yang dilakukan sesudah bayi lahir. Tes ini meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi faktor-faktor pembekuan, seperti faktor pembekuan VIII (8) dan IX (9). Sampel yang diuji biasanya diambil dari tali pusar. Selain dapat mendeteksi hemofilia pada anak, tes ini juga dapat menentukan tingkat keparahan kondisi tersebut. Tes yang sama juga dilakukan pada pasien dewasa yang dicurigai menderita hemofilia.
​
Penanganan hemofilia
Penanganan hemofilia dikelompokan menjadi dua, yaitu untuk mencegah timbulnya perdarahan (profilaksis) dan pengobatan pada saat terjadi perdarahan (on-demand).
Untuk mencegah terjadinya perdarahan, penderita biasanya diberikan suntikan faktor pembekuan darah. Penderita hemophilia A diberikan faktor VIII (8) dan penderita hemophilia B diberikan faktor IX (9).
Untuk pengobatan pada saat terjadi perdarahan, obat yang diberikan sebenarnya sama seperti pengobatan untuk pencegahan, yaitu penambahan faktor VIII (8) untuk hemofilia A dan faktor IX (9) untuk hemophilia B. Efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian faktor VIII (8) adalah sakit pada tempat suntikan dan gatal-gatal. Sedangkan efek samping pemberian faktor IX (9) adalah sakit kepala dan mual.
Selain itu, ada obat lain yang bisa diberikan dalam penanganan hemofilia A, yaitudesmopressin. Obat ini mampu merangsang produksi faktor pembekuan darah VIII di dalam darah. Efek samping pemberian desmopressin di antaranya adalah mual, sakit perut, dan sakit kepala.
​
Tips menghindari terjadinya perdarahan pada penderita hemofilia
Jika Anda terdiagnosis menderita hemofilia, jagalah kebersihan gigi Anda agar terhindar dari penyakit gigi dan gusi yang dapat menyebabkan perdarahan. Selain itu hindari mengikuti aktivitas yang melibatkan kontak fisik, seperti olahraga beladiri atau sepakbola.
Jangan sembarangan mengonsumsi obat-obatan tanpa sepengetahuan dokter meski itu dijual bebas. Karena beberapa obat, seperti ibuprofen dan aspirin, memiliki efek samping yang dapat mengganggu kinerja pembekuan darah saat terjadi perdarahan.
​
​
Sumber :
http://www.alodokter.com/hemofilia
​